Di film “The Grey”, sutradara Joe Carnahan menempatkan tujuh karakter di tengah-tengah pegunungan salju berbahaya yang juga merupakan daerah kekuasaan sekelompok serigala. Pada dasarnya “The Grey” adalah sebuah film petualangan yang mengisahkan sekelompok pria yang bergulat dengan badai salju, udara super dingin, ancaman kelaparan, dataran berbahaya dan sekelompok serigala untuk menemukan jalan mereka kembali ke peradaban.
Dengan gambaran seperti itu, dan trailer yang ditawarkan, penonton langsung berfikir bahwa film ini akan penuh dengan aksi seru dan pertarungan antara manusia dengan serigala, tapi pada kenyataannya tidak. Alih-alih action, film ini lebih memfokuskan diri pada masing-masing karakter yang selamat dari kecelakaan pesawat dan terdampar di pegunungan salju. “The Grey” pun menyinggung-nyinggung soal Tuhan dan keprcayaan, serta bagaimana manusia berhadapan dengan kematian.
Para penonton yang mengharapkan banyak action akan sangat kecewa karenanya. Alih-alih menawarkan pertarungan seru manusia lawan serigala, “The Grey” malah menekankan mengenai intrikasi bagaimana manusia bereaksi atas marabahaya yang diberikan oleh kehadiran para serigala yang merasa terancam daerahnya atas kedatangan mereka.
Filmnya sendiri dibuka dengan sebuah prolog pendek sambil memperkenalkan si tokoh utama Ottway (Neeson), seorang penembak jitu yang pekerjaanya adalah menembaki serigala liar untuk melindungi para pekerja yang tengah sibuk merangkai jalur pipa di sebuah pegunungan bersalju. Meski tampangnya terlihat tangguh, Ottway sejatinya menyimpan rasa sedih luar biasa. Lewat potongan-potongan flashback penonton akan mengetahui bahwa ia telah kehilangan kekasihnya dan kini hidup tanpa semangat, dan bahkan ada masanya dimana ia tinggal sejengkal lagi dari menarik pelatuk ke dalam mulutnya.
Untungnya niat bunuh diri tersebut urung, dan ia pun menaiki pesawat dengan sekelompok pekerja jalur pipa kembali ke Anchorage. Namun di perjalanan pesawat tersebut jatuh dan ia menjadi salah seorang dari segelintir pekerja yang bertahan hidup.
Ottway pun mengajak keenap pria sesama penumpang pesawat yang selamat untuk bergerak ke arah hutan. Ia yakin jika mereka diam di lokasi jatuhnya pesawat, serigala-serigala tersebut akan menyerang mereka. Namun tampaknya perjalanan ini tidak sepenuhnya mulus. Grup tersebut terus berkurang orangnya satu demi satu karena berbagai hal, termasuk ancaman serigala.
Ending “The Grey” yang tiba-tiba tampaknya akan mengesalkan beberapa penonton. Namun sepertinya ending seperti ini dipilih karena cocok dengan alur cerita yang dibangun sejak awal. Secara keseluruhan, “The Grey” adalah film yang sangat dewasa dari sutradara action kenamaan Joe Carnahan (The A-Team). Memang ada beberapa adegan yang terlalu dipaksakan –beberapa dialognya pun terasa sekali bekas hapalan. Namun, “The Grey” mampu memberikan kejutan dan suspens di tengah-tengah kisahnya yang kaya akan kontemplatifitas.