Buat kebanyakan orang, Amerika adalah negeri harapan dan semua orang ingin menjadi bagian dari harapan ini. Meski pemerintah Amerika sendiri memberikan kesempatan buat siapapun untuk menjadi warga negara Amerika namun proses ini juga mendatangkan masalah buat pihak pemerintah. Dan itulah yang dihadapi oleh Max Brogan (Harrison Ford), seorang petugas Immigration and Customs Enforcement.
Sebenarnya Max adalah petugas yang jujur dan baik namun masalahnya adalah Max terlalu mudah bersimpati. Simpati mungkin tak jadi masalah jika saja itu tidak diberikan pada orang yang seharusnya ia tangkap. Di sisi lain, Hamid (Cliff Curtis), rekan Max yang punya darah Iran justru malah sangat memegang teguh prinsip bahwa masuk secara legal ke Amerika adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi.
Seiring perjalanan kedua petugas Immigration and Customs Enforcement ini mengalami banyak masalah yang terjadi di sekitar mereka. Denise Frankel (Ashley Judd), misalnya, ia berusaha untuk membuat skenario agar sebuah keluarga yang diduga punya kaitan dengan organisasi teroris bisa masuk dengan legal ke Amerika. Di sisi lain, Cole Frankel (Ray Liotta) yang memiliki wewenang untuk melepas Green Card berusaha memanfaatkan posisinya untuk bisa berhubungan seks dengan Claire Shepard (Alice Eve), seorang model cantik asal Australia yang ingin menjadi warga negara Amerika.
Kemiripan dengan film berjudul CRASH rasanya adalah kesan yang paling kuat dari film ini. Wayne Kramer sebagai sutradara rasanya juga tak berusaha untuk menghilangkan kesan kemiripan ini. Atau bisa jadi CRASH justru adalah sumber inspirasi dari film berdurasi sekitar 113 menit ini. Terlepas dari sengaja atau tidak ada beberapa hal yang membuat CROSSING OVER ini jadi berbeda dengan CRASH.
Keduanya sama-sama menyajikan potongan-potongan cerita yang saling terkait dengan cara yang kadang unik. Bedanya, CROSSING OVER terasa sedikit dipaksakan sehingga tak ada kesan alami seperti pada CRASH. Jalinan antara kisah yang terpisah ini ditata sangat rapi dan itulah yang membuat film ini jadi terasa dipaksakan. Bisa jadi sang penggagas film ini berusaha mencakup sebanyak mungkin aspek dari masalah kewarganegaraan ini sampai-sampai terlalu banyak aspek yang dijejalkan.
Para pendukung film ini sebenarnya tak bisa disepelekan, terutama Harrison Ford. Sebagai karakter sentral, Harrison menyajikan akting yang memuaskan meski lagi-lagi ia dihadapkan pada naskah yang membuat karakternya terlalu soft dan tak lagi terasa wajar sebagai satu sosok manusia yang utuh. Terlepas dari itu, film ini membawa pesan yang patut direnungi dan mungkin bisa dijadikan pembelajaran buat kita semua.
Source: Kapanlagi