G.I. JOE: The Rise of Cobra
M.A.R.S. berhasil membuat sebuah senjata biologis yang sangat berbahaya dan memberinya nama nanomites. James McCullen (Christopher Eccleston) lantas memerintahkan dua orang serdadu NATO, Duke (Channing Tatum) dan Ripcord (Marlon Wayans) untuk mengawal sebuah tas berisi nanomites ini agar tidak jatuh ke tangan orang-orang yang salah.
Sayang dalam perjalanan, Duke dan Ripcord disergap oleh sekawanan serdadu bayaran yang dipimpin oleh Baronness (Sienna Miller). Kalah dalam sisi jumlah dan persenjataan, Duke dan Ripcord hampir saja mengalami nasib tragis kalau saja General Hawk (Dennis Quaid) dan pasukannya datang menolong. Namun meskipun begitu, tas berisi nanomites tetap saja dapat direbut Baronness dan kawan-kawannya.
General Hawk lantas mengajak Duke dan Ripcord untuk bergabung dengan pasukan elit yang ia bentuk, tim tentara super yang ia sebut G.I. Joe. Merasa bertanggung jawab pada nanomites yang kini berada di tangan sekelompok teroris dan dendam atas kekalahan dari musuh lamanya, Baronness, Duke pun bersedia bergabung bersama G.I. Joe.
Kini, bersama dengan Scarlett (Rachel Nichols), Snake Eyes (Ray Park) dan tim G.I. Joe yang lain, Duke dan Ripcord harus bekerja keras memburu Baronness dan seluruh anggota organisasi Cobra yang bermaksud menggunakan nanomites ini untuk menguasai seluruh dunia dengan cara menebar penderitaan dan ketakutan.
Film G.I. JOE: THE RISE OF COBRA ini dibuat berdasar franchise mainan anak-anak G.I. Joe: A Real American Hero yang diproduksi oleh Hasbro antara tahun 1982 dan tahun 1994. Dalam versi toy-nya, ada sekitar 500 karakter dan sekitar 250 kendaraan yang dirilis ke pasar dan film ini mencoba memberikan visualisasi dari para karakter inti yang muncul pada jajaran mainan ini.
Seolah paham bahwa G.I. Joe adalah sebuah legenda, sutradara Stephen Sommers berusaha membuat alur kisah film ini sedekat mungkin dengan fakta-fakta yang ada dalam franchise ini. Secara umum, film ini memang seolah adalah perpanjangan tangan dari franchise yang bermula dari produk toy sampai dibuatkan versi kartunnya ini. Kenyataan ini jelas akan menjadi sebuah berkah buat para die-hard fans franchise ini.
Ada beberapa hal lagi yang membuat Stephen Sommers jadi ‘sukses’ mengadaptasi franchise ini adalah pemilihan para pemeran yang tergolong cukup mampu berakting untuk sebuah film yang sebenarnya sama sekali tak memerlukan kemampuan akting. Kedua, Stephen Sommers mampu menyajikan pengalaman berbeda buat penonton. Artinya, penonton dibawa untuk bisa melihat dari dekat aksi laga para tokoh pujaan mereka dari dekat. Koreografi tarung tak hanya dibuat menarik namun penonton juga dapat melihat dengan jelas ‘apa yang sedang mereka lakukan’.
Stephen Sommers juga mengusung setumpuk gadget berteknologi tinggi dan kendaraan tempur layaknya dalam versi toy maupun kartunnya dan membuat film ini jadi lebih dekat dengan sumber aslinya. Meski tergolong film laga dengan tensi tinggi, namun Sommers tetap membuatnya ‘ramah’ buat anak-anak mengingat film ini harus masuk kategori PG-13. Artinya, meski aksi laga cukup violent, namun Anda tak akan melihat ada darah berceceran seperti pada film SAW misalnya.
Sayang kelebihan yang sudah ada itu tak diimbangi dengan penulisan naskah yang bagus juga. Bisa dikatakan bahwa ide cerita film ini sangat sederhana, nyaris ide cerita film kartun yang berdurasi sekitar 30 menit saja. Sisa waktu hanya diisi oleh serangkaian aksi laga untuk memenuhi kuota agar bisa disebut sebuah film feature.
Karakter tak cukup dieksplorasi sehingga para aktor pun tak punya ruang untuk membuat para karakter yang mereka perankan terasa ‘hidup. Dialog bisa dibilang absen dan digantikan dengan sederet catch phrase macam “Damn, that ninja’s fast!” atau “Dead guys don’t breakdance” misalnya. Namun terlepas dari itu, tetap saja G.I. JOE: THE RISE OF COBRA ini adalah sebuah film yang ‘menghibur’.
Source: Kapanlagi.com