Meski berbagai penelitian kerap menunjukkan hasil menggembirakan, penyakit misterius ini belum dapat diobati layaknya penyakit flu. “Pengobatan” terbaik adalah pencegahan. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc., ahli pangan dari Institut Pertanian Bogor, menyarankan pencegahan kanker antara lain lewat konsumsi sayuran dan buah-buahan (sabu).
Kerja tim penyusun buku Food, Nutrition and the Prevention of Cancer: a Global Perspective selama empat tahun membuahkan hasil menggembirakan dalam hal mencegah penyakit kanker. Buku yang diterbitkan tahun 1997 oleh World Cancer Research Fund (WCRF) di London dan American Institute of Cancer Research (AICR) di New York, memuat kesimpulan bahwa sebagian besar kanker pada manusia disebabkan oleh berbagai faktor dari luar tubuh (faktor eksternal). Cuma 10 – 15% akibat faktor keturunan. Meski sederhana, kesimpulan itu justru melegakan, karena berarti sebagian besar penyakit kanker bisa dicegah kalau kita bisa mengendalikan faktor-faktor itu. Masalahnya, bagaimana meyakini informasi itu benar dan bagaimana mencegahnya.
Secara ilmiah, kesimpulan itu sulit disangkal karena diambil setelah proses panjang oleh 16 anggota tim yang terdiri atas para pakar internasional. Ketika melakukan penyelidikan terhadap ribuan penelitian yang berhubungan dengan kanker, pangan, dan gizi, tim diawasi empat badan dunia, termasuk Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO). Selain itu, 19 konsultan dan distributor materi, serta 81 orang peninjau laporan ilmiah (reviewer) turut mengkaji 3.350 publikasi ilmiah yang dipublikasikan dalam kurun 15 tahun terakhir. Semua penelitian dan publikasi yang dipelajari itu merupakan karya ilmiah para pakar di dunia.
Keturunan vs faktor luar
Kanker, penyakit tak menular yang terkadang disebut penyakit sel, berawal dari perubahan materi genetik (DNA) pada sel normal tubuh, sehingga terbentuk sel baru yang tidak sama dengan induknya. Perubahan materi genetik, yang prosesnya disebut mutasi gen, sebenarnya merupakan hasil berbagai reaksi biokimia yang rumit. Namun, secara sederhana dapat dikatakan sebagai perubahan struktur DNA sel normal, sehingga menghasilkan sel yang mengalami mutasi.
Selanjutnya, mutasi gen dapat menimbulkan gangguan fungsi sel. Misalnya, ibarat mobil yang remnya blong, kerusakan DNA menyebabkan sel kehilangan kemampuan mengontrol pertumbuhannya. Padahal sel normal memiliki kemampuan itu (proliferasi). Sebagai contoh, jika satu sel kulit mati, sel kulit itu hanya akan membelah diri dan menghasilkan satu sel untuk menggantikan sel yang mati. Maka dikatakan, sel itu mampu mengontrol pertumbuhannya. Namun, sel yang mengalami mutasi bisa kehilangan kemampuan mengontrol pertumbuhannya sehingga menghasilkan banyak sel baru-yang telah mengalami mutasi-dalam waktu singkat. Begitulah yang terjadi pada sel tumor atau kanker (tumor ganas).
Faktor eksternal penyebab kanker meliputi bahan kimia dari udara, air, dan makanan; radiasi sinar ultraviolet; mikroorganisme penyebab infeksi; pola makan yang banyak mengonsumsi lemak dan protein hewani dengan sedikit sayuran dan buah-buahan; serta kekurangan gizi.
Sebagian besar senyawa asing, termasuk makanan, yang masuk ke dalam tubuh bisa diubah menjadi karsinogen, zat yang dapat menyebabkan kanker. Karsinogen juga ada yang berasal dari proses reaksi di dalam tubuh. Zat kimia yang berasal dari polusi udara, air, dan makanan diolah tubuh lewat proses metabolisme, terutama oleh hati dan ginjal agar selanjutnya dapat dikeluarkan melalui cairan empedu dan urine.
Idealnya, setelah melewati proses yang disebut detoksifikasi itu, “limbah” bisa dikeluarkan dengan aman. Kenyataannya, senyawa yang dihasilkan justru ada yang lebih berbahaya, yakni radikal bebas yang berpotensi menjadi karsinogen. Selanjutnya, karsinogen dapat menyebabkan sel yang mengalami mutasi mulai membelah diri dan mengalami gangguan.
Sel yang mengalami mutasi, kalau sempat hidup terus, akan menjadi cikal bakal kanker. Jika ada satu saja sel yang termutasi sempat meneruskan hidupnya, lalu membelah diri untuk tumbuh, ia akan menjadi jaringan tumor. Lalu, pada saat yang tidak dapat dipastikan atau karena adanya senyawa kimia yang menjadi promotor (yang dapat memicu sel yang termutasi membelah diri dan tumbuh), sel atau jaringan tumor itu dapat “menuntut” kehidupan lebih bebas untuk terus tumbuh dan mulai menyebar. Saat itu, ia telah menjadi makhluk yang disebut “kanker dengan metastasis”.
Jaringan yang sudah bersifat seperti monster itu menggerogoti inangnya secara tidak tahu diri dan semau gue. Ia akan berusaha berkembang terus melebarkan wilayah kekuasaannya dengan menghalalkan segala cara, seperti membuat pembuluh darah sendiri dan meracuni jaringan hidup di sekitarnya agar pembuluh yang baru dibuatnya dapat dengan mudah menyedot zat-zat gizi sebanyak mungkin.
Pada tahap ini, penderita sangat tersiksa dan kanker sulit ditumpas. Zat-zat gizi yang diperoleh dari makanan yang mestinya untuk sel-sel normal juga dilahap sel kanker, sehingga makanan bagi penderita kanker turut menyuburkan monster itu. Sebuah pilihan yang pahit!
Makan yang serba salah
Sebenarnya, makanan bisa menjadi faktor pemicu ataupun mencegah terjadinya kanker. Menjadi faktor pemicu karena makanan bisa tercemar oleh senyawa-senyawa kimia dari lingkungan yang bersifat karsinogen, misalnya dari asap mobil, limbah pabrik dan asapnya, debu dan air yang tercemar. Bahan kimia karsinogenik ini amat banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan dalam senyawa-senyawa hidrokarbon aromatik, nitrosoamin, nitroso-non-nikotin, heterosiklik amin, polonium, dan arsenik.
Logam berat seperti timbal, merkuri, dan kadmium merupakan logam yang dapat memicu kerusakan molekul DNA sel. Bahan kimia yang ditambahkan pada bahan pangan secara tidak terkontrol seperti pengawet, antioksidan, pewarna, pemutih, dan pemanis termasuk senyawa-senyawa yang dapat “menyantel” pada DNA sel dan memicu terjadinya kanker. Pemanis buatan jenis sakarin dan siklamat telah diketahui sebagai promotor yang dapat memicu sel termutasi membelah diri dan tumbuh.
Karena itu, langkah pencegahan kanker melalui makanan yang pertama adalah menghindari konsumsi makanan dan minuman yang berpotensi mengandung bahan-bahan kimia pencemar, baik dari lingkungan maupun yang ditambahkan macam pengawet, pewarna, pemutih, dan pemanis, terutama yang tidak dianjurkan oleh badan pengawas makanan dan minuman resmi, semisal Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM).
Selain zat tambahan pada makanan, minyak jelantah atau makanan yang digoreng dengan minyak jelantah dan makanan hangus, terutama makanan asal hewani seperti ayam, ikan, dan daging, sebaiknya juga dihindari. Begitu pula dengan makanan yang terpajan debu, asap kendaraan, atau yang sudah tengik, berjamur, dan basi. Ikan asin boleh dikonsumsi, asal dalam jumlah sedikit. Sebab, ikan dapat mengandung logam berat, senyawa aromatik hidrokarbon, hasil oksidasi lemak dan protein, dan zat aromatik amin yang bersifat karsinogenik kuat.
Faktor pencetus kanker dalam bahan pangan lainnya yaitu lemak dan protein hewani yang berlebihan. Mereka bekerja melalui sistem metabolisme dan hormon. Peran faktor pencetus ini sangat menonjol pada sel yang telah mengalami mutasi. Artinya, molekul DNA-nya telah rusak. Kelebihan lemak dan protein juga dapat bersifat sebagai promotor.
Lemak dan protein memang harus ada dalam makanan. Secara normal, tubuh memerlukan 0,8 g protein per kilogram bobot badan setiap hari. Yang penting, sumber-sumber protein harus bervariasi, misalnya berasal dari kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, daging, telur, dan susu. Sementara konsumsi lemak termasuk minyak dan mentega tidak boleh melebihi 15% dari total kalori yang dibutuhkan dalam sehari. Selain itu, kelebihan karbohidrat akan ditimbun sebagai lemak tubuh. Jadi, jangan sampai makanan menyebabkan kegemukan.
Cara pencegahan yang amat disarankan adalah mengonsumsi 400 – 500 g sayuran dan buah-buahan dalam sehari secara rutin dan bervariasi. Artinya, berbagai jenis sayuran dan buah-buahan dikonsumsi secara bergantian, tetapi jumlahnya tetap mencapai 400 – 500 g setiap harinya.
Sayuran yang dimaksud bisa berupa dedaunan hijau (seperti kangkung, sawi, daun pepaya, daun singkong, daun katuk, bayam, dan pakis), kubis-kubisan (kol, salad, brokoli, kembang kol), labu-labuan (ketimun, jipang, waluh, terong, paria), wortel, tomat, lobak, bangkuang, kacang panjang, buncis, ubi jalar, jagung, jamur, dan sebagainya.
Begitu pula untuk buah-buahan. Pepaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, sawo, semangka, melon, nanas, alpukat, srikaya, sirsak, apel, kiwi, dan sebagainya, sebaiknya secara bergantian dikonsumsi setiap hari. Rempah-rempah seperti jahe, lengkuas, bangle, kunyit, dan daun jeruk juga merupakan bahan pangan yang dapat mencegah kanker. Kita pantas selalu bersyukur karena Tanah Air kita menyediakan banyak pilihan makanan sehat.
Cara sayuran dan buah mencegah kanker
Sayuran dan buah-buahan sudah diteliti dan diketahui mengandung berbagai vitamin, seperti niasin, asam folat, vitamin C, vitamin E, dan mineral, seperti besi, magnesium, seng, tembaga, dan selenium. Sayuran dan buah-buahan juga mengandung senyawa bioaktif, seperti, karotenoid, klorofil, flavonoid, isoflavonoid, terpenoid, glukosinolat, serat, dan sebagainya, yang hampir semuanya bersifat sebagai antioksidan.
Sebagai antioksidan, senyawa-senyawa ini dapat mencegah reaksi pencantelan molekul karsinogen dengan DNA sel, sehingga mencegah kerusakan DNA sel. Pada tahap ini, komponen bioaktif dalam sayuran dan buah-buahan dapat mencegah terjadinya proses awal pembentukan sel kanker.
Sebagian besar komponen bioaktif dalam sayuran dan buah-buahan dapat memicu kematian sel yang termutasi melalui mekanisme apoptosis (kematian sel yang sudah terprogram). Berbagai senyawa bioaktif, seperti terpenoid, glukosinolat, karotenoid, asam folat, dan vitamin E, telah diketahui dapat mematikan sel yang telah termutasi, bahkan sel kanker.
Pada tahap berikutnya, berbagai komponen bioaktif pada sayuran dan buah dapat merangsang proses perbaikan DNA sel yang telah temutasi sehingga sel menjadi normal kembali. Proses ini sebetulnya secara normal terjadi pada tubuh sehat, dan dapat dipercepat oleh komponen bioaktif dalam berbagai jenis sayuran dan buah.
Berbagai jenis komponen bioaktif ini bahkan dapat mencegah pembentukan pembuluh darah buatan sel kanker (proses angiogenesis), sehingga sel-sel kanker tidak dapat tumbuh menjadi lebih besar karena saluran pemasok zat-zat gizi untuk pertumbuhannya terhambat.
Selain jumlahnya, yang penting dalam mengonsumsi sayuran dan buah adalah variasinya. Sebab, kandungan komponen bioaktif masing-masing spesies tidak sama, baik jenis maupun jumlahnya. Pepaya misalnya, mengandung karotenoid, asam folat, vitamin C, dan serat dalam jumlah cukup tinggi, tetapi tidak atau sedikit sekali mengandung senyawa glukosinolat dan klorofil. Sementara sayuran hijau yang diketahui padat gizi dan komponen bioaktifnya adalah kailan dan sawi hijau. Karena itu, mengonsumsi sayuran dan buah-buahan secara bergantian adalah kunci keberhasilan pencegahan kanker melalui makanan.
Sementara itu, serat pada sayuran dan buah-buahan merupakan senyawa yang secara tidak langsung mencegah kanker, terutama kanker saluran pencernaan dan usus besar. Karena serat mempercepat buang air besar dan menyapu bersih sisa-sisa makanan dalam usus.
Serat juga bisa menarik keluar cairan empedu, yang banyak mengandung kolesterol, dari dalam tubuh dan sisa-sisa metabolisme senyawa kimia yang sulit dikeluarkan melalui urine, lalu membuangnya bersama-sama dengan feses. Di samping itu, serat dapat memicu pertumbuhan mikroba penghasil asam laktat yang dapat membersihkan usus besar. Semua fungsi yang dikerjakan oleh serat dalam saluran pencernaan secara tidak langsung telah terbukti dapat mencegah terjadinya kanker, terutama kanker usus.
Bisa menurunkan risiko
Secara umum, WCRF dan AICR melaporkan, dengan pengaturan makanan saja kita dapat mencegah terjadinya kanker. Orang yang menghindari makanan tercemar dan mengonsumsi makanan seimbang dengan sayuran dan buah-buahan melebihi 400 g per hari mempunyai risiko 30 – 40% lebih kecil untuk terkena kanker jenis apa pun.
Tentu saja, angka itu berbeda untuk setiap jenis kanker. Untuk kanker lambung, kolon, dan rektum, yang lokasinya memang terpajan langsung oleh makanan, risiko kanker dapat diturunkan 66 – 75%. Risiko kanker esofagus (kerongkongan) bisa turun 50 – 75% dan 33 – 50% pada kanker pankreas. Namun, untuk kanker paru-paru pada perokok pencegahan lewat makanan menurunkan risiko 20 – 30%. Sementara untuk kanker prostat, indung telur, dan kanker leher rahim penurunan risiko “hanya” 10 – 20%.
Jadi, dengan cara gampang sebenarnya kanker bisa dicegah. Pepatah “Lebih baik mencegah daripada mengobati” pun menjadi amat tepat bila bicara soal kanker.
Diambil dari: INTISARI – NO. 473 TH. XXXIX Desember 2002
URL: http://www.intisari-online.com