Demi tulisan yang akan ia buat, Pete McKell (Michael Vartan), seorang penulis rela menelusuri daerah pedalaman Australia. Pete kemudian bergabung dengan sekelompok wisatawan yang kebetulan berlibur di sana. Pete tak mengira bahwa penelitiannya kali ini akan menjadi sebuah petualangan paling menegangkan dalam hidupnya.
Saat menelusuri sungai bersama para wisatawan, Kate Ryan (Radha Mitchell) yang menjadi pemandu sekaligus kapten kapal yang mereka tumpangi melihat ada tanda bahaya. Kate yang merasa berkewajiban menolong lantas membelokkan arah kapal untuk mencari tahu apa yang terjadi. Sayangnya sebelum mereka semua menyadari apa yang terjadi, sebuah benturan keras menghantam kapal dan memaksa Kate mendarat secepatnya.
Ternyata yang menghantam kapal mereka adalah seekor buaya besar yang tinggal di perairan itu. Satu per satu korban mulai berjatuhan sementara tak ada tempat bersembunyi dan untuk mengharapkan datangnya bantuan pun sepertinya sia-sia. Mau tak mau Pete dan Kate harus bekerja sama mencari cara untuk meloloskan diri dari buaya pemangsa itu.
Memanfaatkan binatang liar sebagai sarana untuk menakut-nakuti penonton memang cukup efektif. Sub-genre film yang satu ini boleh jadi diawali oleh munculnya film JAWS di tahun 1975. Sejak saat itu memang banyak film yang berusaha memanfaatkan popularitas film JAWS untuk ikut mengeruk dolar. Sebagian berhasil, sementara tak jarang pula yang malah terjebak dengan plagiarisme ini.
Kunci dari keberhasilan film semacam ini sebenarnya adalah momen, permainan emosi dan tentu saja CGI yang memadai. Dan dari ketiga syarat tadi, ROUGE ini memenuhi semuanya. Greg McLean, sang sutradara, yang sebelumnya sempat menggarap WOLF CREEK agaknya belajar banyak dari kegagalan film ini dan lebih berhati-hati dalam menggarap film ROUGE ini.
Hal pertama yang agaknya diperhatikan ‘sang jenderal’ agaknya adalah momen. Greg tak buru-buru menampilkan si monster hingga waktu yang cukup tepat. Itu pun hanya sekilas hingga tensi penonton makin naik dan wujud asli sang pemangsa ditampilkan secara utuh. Permainan waktu yang bagus ini memang berbuah rasa tegang dan penasaran yang akhirnya membuat penonton tetap tak beranjak dari kursi hingga film berakhir.
Greg juga tak lupa mempermainkan emosi penonton dengan menampilkan beberapa tokoh dengan label ‘sok tahu’ dan membiarkan tokoh-tokoh ini berbuat ‘menantang maut’ hanya karena ketidaktahuan mereka. Akibatnya, penonton memang jadi sedikit gemas sekaligus menunggu-nunggu apa yang akan terjadi dengan karakter ini. Memang akting para pemain dalam film ini bukan termasuk kualitas Oscar, namun dengan tuntunan naskah yang cukup memadai, permainan emosi ini berhasil juga.
Soal CGI, ROGUE ini tak punya masalah yang cukup serius. Monster buaya yang ditampilkan terlihat wajar bahkan saat ia sedang bergerak untuk menyantap mangsanya. Bagusnya lagi, tak ada bumbu cerita mutasi akibat terkontaminasi oleh bahan kimia yang dihasilkan sebuah pabrik di sekitar tempat itu sehingga penonton dibuat lebih fokus pada monster ini dan bukan pada hal lain yang kadang sebenarnya tak perlu.