The Strangers

The StrangersKristen McCay (Liv Tyler) dan James Hoyt (Scott Speedman) mungkin tak mengira bakal mengalami malam yang benar-benar tak akan mereka lupakan seumur hidup mereka ini. Kedua pasangan muda ini harus bertahan hidup dalam ancaman 3 orang bertopeng yang tidak mereka kenal.

Sepulang dari menghadiri pernikahan seorang teman, Kristen dan James berencana menghabiskan liburan mereka di sebuah rumah peristirahatan yang terpencil dari kota. Mereka berharap mendapat ketenangan di rumah peristirahatan itu.

Sayangnya harapan mereka berubah menjadi mimpi buruk saat 3 orang bertopeng menyekap mereka berdua dalam rumah yang terletak jauh dari kota itu. Tidak ada harapan selamat buat mereka berdua karena kemungkinan akan datangnya pertolongan sangat tipis sekali.

Rumah memang biasanya ‘diterjemahkan’ sebagai sebuah tempat yang aman dan tenteram, dan itulah yang sering kali menjadi bahan mentah bagi para sutradara film horor dan thriller. Menjadikan rumah sebagai tempat yang menakutkan memang cukup efektif untuk memberikan teror psikis buat para penonton. Dan film berjudul THE STRANGERS ini adalah salah satu dari film yang menggunakan trik yang sama.

Banyak yang berspekulasi bahwa film tegang garapan sutradara Bryan Bertino ini diilhami oleh kisah nyata yang dikenal dengan Pembunuhan Manson. Karena sedikit masalah, film yang telah selesai shooting di tahun 2007 ini akhirnya baru diedarkan Rogue Pictures akhir Mei 2008 lalu.

Kalau dilihat, sebenarnya, tak ada yang baru dari film ini. Selama lima puluh tahun terakhir banyak film thriller yang juga mengusung tema yang sama meski tentu saja tak sama persis. Bila Anda sudah melihat film FUNNY GAMES yang mulai diedarkan Maret 2008 lalu, Anda pasti akan melihat banyak kesamaan antara film tersebut dengan THE STRANGERS ini.

Sayang ide yang sebenarnya sudah cukup kuat ini tak diimbangi dengan casting yang sepadan. Liv Tyler dan Scott Speedman tak mampu menampilkan sebuah performa yang cukup meyakinkan. Celakanya lagi, naskah tak memberi peluang mereka untuk menggali karakter lebih dalam dan hasilnya, tak cukup kuat untuk membuat penonton merasa iba pada kedua tokoh utama ini. Padahal salah satu kunci sukses film dari jenis seperti ini adalah saat penonton merasa terhanyut dan merasa kasihan dengan sang tokoh protagonis.

Sebenarnya dari sisi pengambilan gambar, film ini cukup memadai. Penggunaan kamera camcorder untuk menyimulasikan pandangan dari sudut pandang pemain memang cukup efektif menyuntikkan rasa ngeri pada penonton. Trik ini memang memberikan efek penonton seolah terlibat dalam film yang mereka tonton. Tapi, dalam film ini, itu tak cukup untuk memberi efek suspense karena sang sutradara memutuskan untuk banyak menyorot ‘gerakan’ para peneror yang dampaknya jadi menghilangkan kejutan yang seharusnya ada.

Tapi bila mengingat bahwa ini adalah film pertama buatan Bryan Bertino, dan kenyataan bahwa ia tak masih cukup muda maka semua kesalahan itu agaknya masih bisa dimaklumi.

2 Comments

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *