Di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba Desi sakit. Tia dan Vano memutuskan untuk kembali ke Jakarta, tapi Desi menolak dan tetap ingin melanjutkan perjalanan. Di sinilah muncullah konflik-konflik hati yang membuat mereka bertiga belajar tentang hidup, persahabatan dan cinta dalam suka dan duka. Tema dalam film garapan sutradara Nayato Fio Nuala ini, persahabatan yang dibumbui kisah cinta dan kematian, telah jamak diangkat. Sayangnya tidak ada sesuatu yang baru yang ditawarkan oleh film ini. Cerita klasik yang mudah ditebak. Memang Nayato berusaha membuat film ini sedikit lain dengan alur cerita yang agak ‘loncat-loncat’, demikian juga dengan setting tempatnya. Sayangnya sesuatu yang dibuat berbeda itu malah membuat film ini tidak menarik, membingungkan penonton, dan membuat bosan. Penonton pun merasa ‘dibohongi’ saat sebenarnya diceritakan tentang perjalanan panjang ke ujung pulau Jawa, namun nyatanya lokasinya hanya berputar-putar sekitar Jakarta. Meski setting latarnya terlihat seperti di luar Jakarta, namun saat Tia mengejar Desi terlihat kendaraan-kendaraan yang ikut tersorot kamera menggunakan no plat Jakarta (plat B). Walaupun demikian, film produksi Maxima Pictures ini menyuguhkan keindahan nuansa alam pegunungan. Akting para bintang pendatang baru pun tak buruk. Yang tak kalah seru adalah musiknya, berkat campur tangan ‘Queen of Soundtrack’, Melly Goeslaw dan suaminya, Anto Hoed.